I.
PENDAHULUAN
Sebelum datangnya Islam di Jazirah Arab, masyarakat
Arab berada pada kondisi kebodohan yang disebut dengan zaman Jahiliyyah.
Kehidupan mereka secara umum tidak berlandaskan agama yang benar. Hukum yang
berlaku dalam masyarakat adalah hukum rimba. Kekuatan dan kekuasaan dijadikan
landasan dalan bertindak. Siapa yang kuat, maka ia akan menjadi pemimpin yang
disegani.
Kedatangan Islam membawa cahaya yang menerangi
kehidupan dan menjadi sarana perubahan peradaban mereka. Islam mengajarkan
kehidupan yang penuh dengan kesalehan, ketaatan, toleransi, cinta kasih dan
beradab. Bangsa Arab selanjutnya mengalami masa keemasan dan menjadi bangsa
besar dalam sejarah perabadan dunia.
Dalam makalah ini kami akan menjelaskan tentang
bagaimana peradaban bangsa Arab sebelum kedatangan dan sesudah kedatangan Islam
secara lebih menyeluruh dari berbagai aspeknya.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana
letak geografis Jazirah Arab?
B. Mengapa
disebut dengan Jahiliyyah?
C. Seperti
apakah peradaban Arab sebelum datangnya Islam?
D. Bagaimana
peradaban bangsa Arab setelah datangnya Islam?
III.
PEMBAHASAN
A.
Letak geografis
jazirah Arab
Jazirah
Arab dengan luasnya satu juta mil persegi atau tepatnya 1.745.900 km merupakan
kediaman mayoritas bangsa Arab. Akan tetapi bangsa Arab juga mendiami
daerah-daerah sekitar Jazirah. Tanah Arab dinamai dengan Pulau Gundul karena
tanah Arab merupakan tanah semenanjung yang kurang subur dan terdapat banyak
gunung batu. Ada beberapa sungai yang dinamai wadi dengan aliran yang tidak
tetap dan lemabh-lembah berair di musim hujan.
Meskipun
dikelilingi oleh air pada sisi dan dibatasi oleh padang pasir pada sisi
keempat, jazirah Arab termasuk salah satu daerah yang paling kering dan paling
panas di muka bumi. Meskipun begitu, jazirah Arab merupakan kediaman mayoritas
bangsa Arab kala itu. Jazirah ini dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu bagian
tengah dan bagian pesisir. Bangsa Arab terdiri dari berbagai suku bangsa yang
tersebar diseluruh jazirah dan sedikit yang tinggal di pedalaman. Bagian tengah
dibagi menjadi dua yaitu Nejed (utara) dan Al-Ahkaf (selatan). Bagian selatan
ini disebut dengan al Rub-al Khali. [1]
Dibagian
tengah merupakan padang pasir (gurun/sahara) yang dibagi menjadi:
1. Sahara
Langit memanjang 140 mil dari utara ke selatan dan 180 mil dari timur ke barat,
disebut juga dengan Sahara Nufud. Oase dan mata air sangat jarang dijumpai
didaerah ini, tiupan angin yang kencang mengakibatkan daerah ini sangat sulit
ditemukan.
2. Sahara
selatan yang membentang menyambung sahara langit kearah timur sampai selatan
Persia. Hampir seluruhnya merupakan dataran keras, tandus dan pasir
bergelombang. Daerah ini juga disebut dengan al-Rub Al-Khali (bagian
yang sepi).
3. Sahara
barat, suatu daerah yang terdiri dari tanah liat yang berbatu hitam bagaikan
terbakar. Gugusan batu hitam ini menyebar keluasan sahara ini, seluruhnya mencapai
29 buah[2]
B.
Kaum Jahiliyyah
Segala
sesuatu yang terjadi di Semenanjung Arabia sebelum kedatangan Islam disebut
dengan jahiliyyah, “The Age of ignorance or barbarian”. Hal ini
diasumsikan dengan sikap kebrutalan, perilaku kasar, dan terisolasi dari pengaruh
proses semua peradaban disebabkan oleh kondisi alam. Jazirah Arab memang sulit
dijangkau oleh peradaban lain dan pengaruh kultural sebelum Islam. Masyarakat
Arab tergolong sebagai masyarakat Badui, tidak beradab, lamban walaupun yang
sbagian kecil menetap di kota, baik dalam ekonomi, politik dan budaya. Jahiliyyah
adalah istilah yang dikaitkan dengan konteks sosial masyarakat Arab Pra-Islam. Sebagian
kalangan menyebutkan istilah tersebut sebagai komunitas orang bodoh yang tidak
beradab. [3]
Dapat
disimpulkan bahwa masyarakat Jahiliyyah sebenarnya masyarakat primitif
sebgaimana yang lainnya, hanya saja sistem kehidupannya ditentukan oleh
otoritas suku dan kekuasaan ekonomi yang mempengaruhi sistem sosial. Tidak ada
norma hukum yang mengatur pada saat itu. Sehingga pertikaian yang
berkepanjangan selalu terjadi sebagai cara bertahan hidup.
C.
Peradaban Bangsa
Arab sebelum kedatangan Islam
Peradaban
bangsa Arab kala itu masih dipengaruhi dengan kehidupan Jahiliyyah dalam
berbagai aspek kehidupan.
1. Kondisi
ekonomi
Bangsa
Arab sebelum Islam dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan dibidang
ekonomi. Karena tanahnya yang tandus dan kurang subur didaerah semenanjung Arab,
maka orang arab sering berpindah tempat dalam mencari rizki. Orang-orang Arab
suka berdagang dan memelihara unta untuk di kendarai, menggembalakan domba,
kambing, kuda, untuk penghidupan mereka. Sebagian besar dari mereka ada yang
berdagang.
Dalam
hal ekonomi perdagangan bangsa arab mengalami kemajuan sangat pesat.
Perdagangan merupakan saranan paling dominan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Suku Quraisy adalah bangsa saudagar yang sangat menyukai perdagangan. Kota
Mekkah menjadi jalur perdagangan lokal dan internasional, yang menghubungkan
antara Syam(utara) dan Yaman (selatan), antara timur (Persia) dan barat
(Abesinia dan Mesir). Selain menjadi pusat perdagangan Mekkah juga menjadi
pusat peradaban dan kebudayaan.
Di
samping itu, orang Arab juga mengenal perindustrian dari kerajinan menyamak
kulit yang bersal dari Yaman, Syam dan Hirah. Sedangkan pertanian hanya ada
didaerah tertentu yang subur dan oase yang bisa menghasilkan.[4]
2. Kondisi
pemerintahan dan politik
Jazirah
Arab awalnya diapit oleh dua kerajaan besar, kerajaan Romawi Timur disebelah
barat dan kerajaan Persia di sebelah timur. Kedudukan bangsa Arab dalam
percaturan politik antara kedua belah pihak adalah netral, yang berarti bebas
dari pengaruh keduanya.
Sistem
pemerintahan sebelum Islam, dimulai dengan golongan Arab Baidah. Periode ini
disebut periode pertama sejarah pemerintahan bangsa Arab. Mereka mendirikan
kerajaan Ad didaerah Al-Ahkaf al-Ramei ysng terletak di Yaman dan Oman yang
kemudian tersebar di negara lain antara Mekkah dan Yatsrib. Selain itu juga
mendirikan kerajaan Samud dan Amaliqoh. Periode kedua adalah Arab Aribah atau
muta’aribah. Kerajaan yang pernah berdiri pada periode ini di Yaman antara
lain: Kerajaan Mai’iniyah, Saba’, dan kerajaan Himyar. Peridoe ketiga adalah
periode musta’ribah. Pusat kekuasaannya di Mekkah dan Yatsrib. Kerajaan yang
berdiri adalah kerajaan Gasasinah dan Hirah.
Hijaz
menjadi salah satu daerah yang tidak pernah dijajah oleh bangsa lain karena
daerah ini tandus, kering, dan sulit dijangkau. Kota terpenting diwilayah ini
adalah Makkah dan Yatsrib. Pemerintahan didaerah tersebut sudah teratur
kekusaan politik kala itu dipegang oleh suku Jurhum yang merupakan keturunan
Nabi Ismail, selanjutnya dipegang oleh suku Kuza’ah dan yang terakhir dipegang
oleh Suku Quraisy baik politik maupun penanganaan Ka’bah. Dari suku inilah
lahir nenek moyang nabi Muhammad saw. Kemudian pemimpin bani Quraisy memilih
Qusyai bin Kilab sebagai penguasa dan pemimpin kota mekah yang selanjutnya pada
masa Islam dilanjutkan oleh cucunya Nabi Muhammad saw.
3. Kondisi
budaya
Kebudayaan
bangsa Arab sebelum Islam datang pada kaum badui yang tidak berkembang. Hal ini
dikarenakan terjadi perang antar suku. Sejarah masyarakat Badui Arab diketahui
melalui syair-syair yang beredar, karena mereka sangat menyukai syair. Hampir
seluruh penduduk badui adalah penyair. Dari syair tersebut dapat diketahui
karakteristik masyarakat antara lain senang dengan kebebasan, tegar dalam
mengahadapi kerasnya medan kehidupan dan semangat mencari nafkah.
Berbeda
dengan masyarakat Arab yang menetap, sejarah mereka lebih jelas sehingga mereka
lebih berbudaya. Daerah ini merupakan daerah perdagangan. Mereka selalu
mengalami perubahan seiring dengan perkembangan kebudayaan mereka. Hal ini
ditunjukkan dengan berdirinya beberapa kerajaan. Masyarakat Arab pesisir juga
menyukai syair sehingga munculah pasar Ukaz yaitu pagelaran pembacaan
syair, juga pasar Majinah dan Dzul Majah yang ketiganya berada
disekitar Makkah.
Selain
syair karya lain yang berkembang pada saat itu adalah Qishah dan amtsal
(pepatah Arab), ramalan bintang,memanah,dan berburu. Bangunan yang menunjukkan
seni yang sangat kita kenal sampai saat ini adalah Ka’bah yang menunjukan
bangunan suci yang terpenting bagi bangsa Arab. Ka’bah terbuat dari batu dari
gunung yang berbentuk kubus, yang dikunjungi oleh seluruh jazirah Arab dan
non-Arab. Bangunan lain yang menunjukkan peradaban Arab lainnya yakni bendungan
Ma’rib, yang dibangun abad kedua sebelum masehi. Bendungan ini membendung sungai
yang mengalir diantara dua gunung pada celah yang sempit.[5]
4. Kondisi
Sosial
Di jazirah
Arabia, pada zaman sebelum Rasullulah bangsa Arab hidup dengan tenang jauh dari bentuk
keguncangan seperti yang terjadi pada negara-negara di sekitarnya (Persia,
Romawi, Yunani dan India). Mereka tidak
memiliki kemewahan dan peradaban Persia yang memungkinkan mereka kreatif dan
pandai menciptakan kemerosotan-kemerosotan, filsafat, keserbabolehan dan
kebejatan moral yang dikemas dalam bentuk agama. Mereka juga tidak memiliki
kekuatan militer Romawi yang mendorong mereka melakukan ekspansi ke negara-negara
tetangga. Mereka juga tidak memilki kemegahan filosofis dan dialektika Yunani,
yang menjerat mereka menjadi mangsa mitos dan khurafat.
Karakteristik bangsa Arab seperti bahan baku yang belum diolah dengan
bahan lain; masih menampakkan fitrah kemanusiaan dan kecenderungan yang sehat
dan kuat, serta cenderung kepada kemanusiaan yang mulia, seperti setia,
penolong, dermawan, rasa harga diri dan kesucian. Hanya saja mereka tidak
memiliki ma’rifat (pengetahuan) yang
akan mengungkapkan jalan ke arah itu. Karena mereka hidup di dalam kegelapan,
kebodohan dan alam fitrah yang pertama. Akibatnya, mereka sesat jalan, tidak
menemukan nilai-nilai kemanusiaan tersebut. Masyarakat Arab pada zaman ini
belum terbentuk secara teratur, tertib dan disiplin, hal ini disebabkan belum
adanya penegakan hukum yang mengikat masyarakat tersebut.
Bangsa Arab sebelum Islam , hidup bersuku-suku (kabilah-kabilah) dan
berdiri sendiri-sendiri, satu sama lain kadang-kadang saling bermusuhan. Mereka
tidak mengenal rasa ikatan nasional; yang ada pada mereka hanyalah ikatan
kabilah. Dasar perhubungan dalam kabilah itu ialah pertalian darah. Rasa ashabiyah (kesukuan) amat kuat dan mendalam pada mereka, sehingga jika
terjadi salah seorang diantara mereka teraniaya maka seluruh anggota kabilah
itu akan bangkit membelanya. Semboyan mereka, “tolong saudaramu baik dia
menganiaya atau teraniaya. “
Zaman pra-Islam juga dikenal dengan
zaman Jahiliyah karena pada zaman itu mereka (masyarakat Arab) membunuh anak
dengan dalih kemuliaan dan kesucian; memusnahkan harta kekayaan dengan alasan
kedermawanan; main hakim sendiri-sendiri dan membangkitkan peperangan diantara
mereka dengan alasan harga diri dan kepahlawanan. Selain itu juga juga terjadi bentuk-bentuk penyimpangan lainnya yang seringkali dilakukan oleh masyarakat Arab
seperti berzina dan mabuk-mabukan serta adanya jual-beli manusia (perbudakan).
Sehingga hak-hak asasi manusia, terutama bagi kaum wanita pada saat itu
terabaikan.
5.
Kondisi Agama
Sebelum datangnya Islam, bangsa Arab percaya dan mewarisi
mitos-mitos yang dianut oleh nenek moyang mereka yang bertumpu pada kepercayaan
pagan (watsaniyah) seperti percaya pada dewa yang berkuasa atas segalanya,
hantu yang berkeliaran di padang pasir dan
mengganggu para musafir, azimat yang dapat menangkal kejahatan seperti sihir,
Jinn yang dianggap sebagai “partner” tuhan dalam mengontrol dunia, percaya
kepada malaikat (angel) yang dianggap sebagai anak tuhan.di samping itu ada
yang menyembah benda-benda langit seprti suku Himyar yang menyembah matahari,
suku Kinana yang menyembah bulan dan lain sebagainya.
Akan tetapi mayoritas masyarakat Arab menyembah berhala kecuali
para penganut yahudi dan nasrani yang jumlahnya sangat sedikit. Yang unik, berhala
yang mereka jadikan sebagai tuhan itu berbeda-beda. Setiap suku, kota dan
tempat memiliki tuhan yang berbeda Berhala yang biasanya dijadikan sebagai
sesembahan terbuat dari batu.
Diantara berhala berhala terpenting yang disembah oleh bengsa Arab
ialah Hubal. Hubal ini berwarna merah dan berbentuk manusia. Berhala lain yang
kedudukannya dibawah Hubal adalah Uzza, yang bertempat di Hijaz. Selain itu ada
berhala yang bernama Lata yang tempatnya di Thaif. Kemudian ada yang bernama
Manah yang berada di Madinah dan Manah ini dimuliakan oleh penduduk Yatsrib.
Berhala-berhala ini dijadikan sebagai keluarga atau agen Tuhan. Orang Arab pra
Islam sejatinya sudah mengenal Allah jauh sebelum Islam datang akan tetapi
konsep Allah dalam masyarakat ini tentu sangat berbeda dengan yang ada atau
diyakini dalam Islam, pada komunitas Arab Allah memiliki mempunyai keluarga,
sementara Allah dalam Islam adalah Dzat Yang Maha Esa.[6]
D. Peradaban bangsa Arab sesudah kedatangan Islam
1. Aspek Sosial
Satu pengaruh yang menonjol dari Islam terhadap mental bangsa Arab ialah timbulnya kesadaran akan arti dan
pentingnya disiplin dan ketaatan.
Sebelum Islam, keinsyafan yang demikian itu sangat tipis bagi mereka. Padahal untuk membina suatu masyarakat yang teratur dan tertib amat diperlukan disiplin dan kepatuhan kepada pimpinan, hal ini
pada masa Jahiliyah belum jelas kelihatan. Dalam mengatur masyarakat, Islam mengharamkan menumpahkan darah dan dilarangnya orang menuntut bela
dengan cara menjadi hakim sendiri-sendiri seperti zaman Jahiliyah, tetapi Islam
menyerahkan penuntutan bela itu kepada pemerintah.
Islam pula banyak meletakkan dasar-dasar umum
masyarakat yang mengatur hubungan antara
individu dengan individu, antara individu dengan masyarakatnya, antara suatu
kelompok masyarakat dengan kelompok lainnya, hukum keluarga sampai kepada soal
bernegara. Islamlah
yang pertama-pertama mengangkat derajat wanita; memberikan hak-hak kepada wanita sesuai dengan wanitaannya. Islam menegakkan pula ajaran persamaan antara manusia
dan memberantas perbudakan.
Sesudah
bangsa Arab memeluk Islam kekabilahan mulai ditinggalkan, dan timbullah
kesatuan persaudaraan dan kesatuan agama, yaitu
kesatuan umat manusia di bawah satu naungan panji kalimat syahadat.
Dasar pertalian darah diganti dengan dasar pertalian agama. Demikianlah bangsa
Arab yang tadinya hidup bercerai berai, berkelompok-kelompok, berkat agama
Islam mereka menjadi satu kesatuan bangsa, kesatuan umat, yang mempunyai
pemerintahan pusat, dan mereka tunduk kepada satu hukum yaitu hukum Allah dan
Rasul-Nya.
2.
Aspek Agama
(Ideologi)
Ketika cahaya ad-Din al-hanif
merebak kembali, dengan bi’tsah penutup
para Nabi (Muhammad saw), wahyu Ilahi datang menyentuh segala kegelapan dan
kesesatan yang telah berakar selama rentang zaman tersebut. Kemudian menghapuskan dan menyinarinya dengan cahaya iman tauhid dan
prinsip-prinsip keadilan, di samping menghidupkan kembali “sisa-sisa” hanifiyah yang ada. Maka Jahiliyah sudah mulai “menyadari” jalan terbaik yang harus diikutinya, tidak lama sebelum bi’tsah Rasulullah saw.Pemikiran-pemikiran
Arab sudah mulai menentang kemusyrikan, penyembahan berhala dan segala khurafat Jahiliyah.
Rasulullah saw banyak menetapkan tradisi-tradisi dan prinsip-prinsip yang sebelumnya telah berkembang di kalangan orang
Arab. Tetapi pada waktu yang sama, Rasulullah juga menghapuskan dan memerangi
yang lainnya. Meskipun demikian,di
zaman Rasulullah juga masih terdapat golongan yang mempertahankan tradisi atau
mereka yang lama (menyembah berhala) yaitu kaum Quraisy. Mereka senantiasa
beruapaya menentang ajaran Islam bahkan seringkali mengganggu jalannya
aktivitas dakwah Rasulullah. Namun hal itu tidak membuat Rasul gentar bahkan semakin memperkuat dan memperkokoh perjuangannya dalam menyiarkan Islam, terbukti dengan tersebar luasnya Islam hingga saat ini.
3.
Aspek Budaya
Islam diturunkan kepada Rasulullah saw agar disampaikan kepada seluruh umat manusia dan menjadi petunjuk kebenaran kepada seluruh umat manusia sampai akhir masa. Rasulullah saw adalah orang Arab yang
hidup dalam kebudayaan Arab. Oleh karena itu beliau berbicara dalam bahasa Arab
dan berpakaian masyarakat Arab. Bagi umat Islam Arab, kebudayaan-kebudayaan
Islam berkembang dalam bentuk kebudayaan-peradaban Arab. Kebudayaan masyarakat
Arab pada zaman Islam mengalami perbaikan dan perkembangan sesuai dengan
syariat Islam. Sedikit demi sedikit budaya dan tradisi-tradisi lama yang dianggap menyimpang mulai menghilang.
Perkembangan kebudayaan Islam yang paling menonjol dalam sejarah adalah budaya
intelektual Islam. Untuk itu dapat diketahui bahwa perkembangan kebudayaan Islam beranjak dari perkembangan ilmu
pengetahuan yang kemudian banyak melahirkan tokoh-tokoh intelektual muslim.
Sejarah mencatat bahwa Islam lahir sekitar abad ketujuh masehi. Generasi pertama muslim telah lahir ilmuan-ilmuan multidisiplin, seperti
dalam bidang bahasa dan sastra telah lahir banyak tokoh salah satunya Hasan bin
Tsabit, dalam bidang strategi perang lahir panglima-panglima yang tidak hanya
memiliki keberanian tetapi juga strategi yang jitu salah satu diantaranya
Khalid bin Walid yang mampu mengalahkan imperium Romawi sebagai negara adi daya
pada masa itu, begitu pula dalam bidang ekonomi, politik, kedokteran dan lain-lain. Meskipun pada masa tersebut tidak secara tegas
diklasifikasikan tokoh-tokoh tersebut dalam berbagai disiplin, karena seorang
ilmuwan kadang menguasai lebih dari satu cabang.
Para ilmuwan muslim juga telah melahirkan sistem berfikir atau metode berijtihad dalam
disiplin ilmu tertentu yang dikenal dengan mazhab. Diantara para ilmuwan
tersebut adalam Imam
Hanafi, Imam Malik, Imam Safi’i dan Imam Hambali dalam disiplin ilmu Fikih.
Perkembangan pemikiran Islam di bidang Fikih
kemudian diiringi dengan perkembangan pemikiran-pemikiran di bidang
keilmuwan yang lain yang banyak melahirkan ilmuan muslim, seperti Umar Khayyam,
Ibnu Sina, Al-Gazhali, Al-Kindi, Al-Khawarizmi, Al-Farabi dan lain-lain.
Selain budaya intelektual pada masyarakat Arab juga terdapat hasil
kebudayaan dalam bentuk bangunan (arsitektur), yakni masjid sebagai pusat kebudayaan Islam. Aktivitas pertama
Rasulullah ketika tiba di Madinah adalah membangun Masjid karena masjid
merupakan tempat yang dapat menghimpun berbagai jenis kaum muslimin. Di dalam
masjid, seluruh muslim dapat membahas dan memecahkan persoalan hidup,
bermusyawarah untuk mewujudkan
berbagai tujuan, menjauhkan diri dari kerusakkan, serta mengahadang berbagai
penyelewengan akidah. Bahkan masjid pun dapat menjadi tempat mereka berhubungan
dengan Penciptanya dalam rangka memohon ketentraman dan pertolongan Allah. [7]
Berdasarkan uraian tersebut dapat jelas terlihat bahwasanya bangsa Arab di
zaman Islam telah mencapai kebudayaan dan peradaban tinggi. Bahkan bangsa Arab
yang sederhana akhirnya dapat menaklukkan kebudayaan bangsa lain namun tidak
luluh tehadap kebudayaan bangsa
taklukannya melainkan telah memberi bentuk yang lebih positif kepada kebudayaan
bangsa lain.
IV.
PENUTUP
Peradaban
Arab sebelum datangnya Islam
Kondisi Geografis
-
Luas 1.745.900
km, kurang subur, gunung batu, panas, tandus, penuh dengan gurun/sahara.
-
Bentuk persegi
panjang Batas: Barat (Laut Merah dan Gurun Sinai), timur (Teluk Persia), selatan
(Laut India) utara (gurun Irak dan Syria).
-
Terdiri dari 2
Bagian: tengah dan pesisir. Tengah (gurun) dibagi 3: Al Nufud (al-badiyah),
Al-Dahna( tanah merah)/ Al-Ahqaf (gurun pasir), dan al Harrah.
Kondisi Budaya:
Pedalaman: perang antar
suku, suka syair, suka kebebasan, tegar, dermawan, Harga wanita rendah suka
menunggang kuda, memanah, berburu. Pasar Ukaz biasa digunakan sebagai pagelaran
baca syair amtsal.
Masyarakat pesisir Arab
lebih berbudaya karena sejarahnya lebih jelas daripada Badui.
Agama dan kepercayaan:
Agama Tauhid: Agama Nabi Ibrahim, tetapi kebnayakan menyembah berhala.
Kondisi sosial:
Kabilah à
suku à
ayaikh al qabilah, poligami, jahiliyah
Kondisi ekonomi: sebagian
yang menetap di kota berdagang, menggembala, kerajinan, industri, beternak dan
menyamak kulit.
Kondisi pemerintahan
dan politik:
Periode pertama: Arab
Baidah
Periode kedua: Arab
Aribah/ Muta’aribah
Periode ketiga: Arab
Musta’ribah
Peradaban Arab setelah
kedatangan Islam
Terdapat perubahan yang
signifikan dalam kehidupan bangsa Arab
Kondisi Agama:
masyarakat Arab semakin sedikit yang menyembah berhala. Mereka banyak yang
masuk Islam.
Rasulullah
saw banyak menetapkan tradisi-tradisi dan prinsip-prinsip yang sebelumnya telah berkembang di kalangan orang
Arab. Tetapi pada waktu yang sama, Rasulullah juga menghapuskan dan memerangi
yang lainnya. Meskipun
demikian,di zaman Rasulullah juga masih terdapat golongan yang mempertahankan
tradisi atau mereka yang lama (menyembah berhala) yaitu kaum Quraisy. Mereka
senantiasa berupaya menentang ajaran Islam bahkan seringkali mengganggu
jalannya aktivitas dakwah Rasulullah. Namun hal itu tidak membuat Rasul gentar bahkan semakin memperkuat dan memperkokoh perjuangannya dalam menyiarkan Islam, terbukti dengan tersebar luasnya Islam hingga saat ini.
Kondisi budaya:
munculnya intelektual dan banyak karya multidisiplin ilmu, arsitektur bangunan
kerajaan sekolah dan masjid.
Kondisi sosial:
Satu pengaruh yang menonjol dari Islam terhadap mental bangsa Arab ialah timbulnya kesadaran akan arti dan
pentingnya disiplin dan ketaatan.
Demikian
makalah yang kami buat, dalam pembuatan makalah ini tentu masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami harapkan untuk
perbaikan makalah selanjutnya. Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua. Amiin
[1]
Khoiriyah, Reorientasi
Wawasan Sejarah Islam dari arab Sebelum Islam Hingga Dinasti-dinasti Islam,
(Yogyakarta: Teras,2012), hlm. 5
[2] Badri Yatim, Sejarah
Kebudayaan Islam, (Jakarta: Grafindo Perkasa, 2003), hlm. 10
[3]
Rusydi
Sulaiman, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2014), hlm.175-176
[4] Jaih Mubarak, Sejarah
Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Ranu Quraisy, 2004),hlm. 25-26
[5] Khoiriyyah, Reorientasi
Sejarah Islam, hlm. 10-12
[6]
http:// RUWAK
JAWI AL AZHAR BANGSA ARAB SEBELUM
DATANGNYA ISLAM DAN SESUDAH DATANGNYA ISLAM.html (di akses 20 Maret 2015 pukul
13.00)
[7] Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, Sirah Nabawiyah: Analisis Ilmiah Manhajiah
Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah SAW. Terjemahan, (Jakarta: Robbani Press, 1999), hlm. 45-46
Tidak ada komentar:
Posting Komentar