Senin, 25 Mei 2015

sejarah peradaban Islam



       I.            PENDAHULUAN
Sebelum datangnya Islam di Jazirah Arab, masyarakat Arab berada pada kondisi kebodohan yang disebut dengan zaman Jahiliyyah. Kehidupan mereka secara umum tidak berlandaskan agama yang benar. Hukum yang berlaku dalam masyarakat adalah hukum rimba. Kekuatan dan kekuasaan dijadikan landasan dalan bertindak. Siapa yang kuat, maka ia akan menjadi pemimpin yang disegani.
Kedatangan Islam membawa cahaya yang menerangi kehidupan dan menjadi sarana perubahan peradaban mereka. Islam mengajarkan kehidupan yang penuh dengan kesalehan, ketaatan, toleransi, cinta kasih dan beradab. Bangsa Arab selanjutnya mengalami masa keemasan dan menjadi bangsa besar dalam sejarah perabadan dunia.
Dalam makalah ini kami akan menjelaskan tentang bagaimana peradaban bangsa Arab sebelum kedatangan dan sesudah kedatangan Islam secara lebih menyeluruh dari berbagai aspeknya.

    II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana letak geografis Jazirah Arab?
B.     Mengapa disebut dengan Jahiliyyah?
C.     Seperti apakah peradaban Arab sebelum datangnya Islam?
D.    Bagaimana peradaban bangsa Arab setelah datangnya Islam?

 III.            PEMBAHASAN
A.    Letak geografis jazirah Arab
Jazirah Arab dengan luasnya satu juta mil persegi atau tepatnya 1.745.900 km merupakan kediaman mayoritas bangsa Arab. Akan tetapi bangsa Arab juga mendiami daerah-daerah sekitar Jazirah. Tanah Arab dinamai dengan Pulau Gundul karena tanah Arab merupakan tanah semenanjung yang kurang subur dan terdapat banyak gunung batu. Ada beberapa sungai yang dinamai wadi dengan aliran yang tidak tetap dan lemabh-lembah berair di musim hujan.
Meskipun dikelilingi oleh air pada sisi dan dibatasi oleh padang pasir pada sisi keempat, jazirah Arab termasuk salah satu daerah yang paling kering dan paling panas di muka bumi. Meskipun begitu, jazirah Arab merupakan kediaman mayoritas bangsa Arab kala itu. Jazirah ini dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu bagian tengah dan bagian pesisir. Bangsa Arab terdiri dari berbagai suku bangsa yang tersebar diseluruh jazirah dan sedikit yang tinggal di pedalaman. Bagian tengah dibagi menjadi dua yaitu Nejed (utara) dan Al-Ahkaf (selatan). Bagian selatan ini disebut dengan al Rub-al Khali. [1]
Dibagian tengah merupakan padang pasir (gurun/sahara) yang dibagi menjadi:
1.      Sahara Langit memanjang 140 mil dari utara ke selatan dan 180 mil dari timur ke barat, disebut juga dengan Sahara Nufud. Oase dan mata air sangat jarang dijumpai didaerah ini, tiupan angin yang kencang mengakibatkan daerah ini sangat sulit ditemukan.
2.      Sahara selatan yang membentang menyambung sahara langit kearah timur sampai selatan Persia. Hampir seluruhnya merupakan dataran keras, tandus dan pasir bergelombang. Daerah ini juga disebut dengan al-Rub Al-Khali (bagian yang sepi).
3.      Sahara barat, suatu daerah yang terdiri dari tanah liat yang berbatu hitam bagaikan terbakar. Gugusan batu hitam ini menyebar keluasan sahara ini, seluruhnya mencapai 29 buah[2]
B.     Kaum Jahiliyyah
Segala sesuatu yang terjadi di Semenanjung Arabia sebelum kedatangan Islam disebut dengan jahiliyyah, “The Age of ignorance or barbarian”. Hal ini diasumsikan dengan sikap kebrutalan, perilaku kasar, dan terisolasi dari pengaruh proses semua peradaban disebabkan oleh kondisi alam. Jazirah Arab memang sulit dijangkau oleh peradaban lain dan pengaruh kultural sebelum Islam. Masyarakat Arab tergolong sebagai masyarakat Badui, tidak beradab, lamban walaupun yang sbagian kecil menetap di kota, baik dalam ekonomi, politik dan budaya. Jahiliyyah adalah istilah yang dikaitkan dengan konteks sosial masyarakat Arab Pra-Islam. Sebagian kalangan menyebutkan istilah tersebut sebagai komunitas orang bodoh yang tidak beradab. [3]
Dapat disimpulkan bahwa masyarakat Jahiliyyah sebenarnya masyarakat primitif sebgaimana yang lainnya, hanya saja sistem kehidupannya ditentukan oleh otoritas suku dan kekuasaan ekonomi yang mempengaruhi sistem sosial. Tidak ada norma hukum yang mengatur pada saat itu. Sehingga pertikaian yang berkepanjangan selalu terjadi sebagai cara bertahan hidup.
C.     Peradaban Bangsa Arab sebelum kedatangan Islam
Peradaban bangsa Arab kala itu masih dipengaruhi dengan kehidupan Jahiliyyah dalam berbagai aspek kehidupan.
1.      Kondisi ekonomi
Bangsa Arab sebelum Islam dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan dibidang ekonomi. Karena tanahnya yang tandus dan kurang subur didaerah semenanjung Arab, maka orang arab sering berpindah tempat dalam mencari rizki. Orang-orang Arab suka berdagang dan memelihara unta untuk di kendarai, menggembalakan domba, kambing, kuda, untuk penghidupan mereka. Sebagian besar dari mereka ada yang berdagang.
Dalam hal ekonomi perdagangan bangsa arab mengalami kemajuan sangat pesat. Perdagangan merupakan saranan paling dominan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Suku Quraisy adalah bangsa saudagar yang sangat menyukai perdagangan. Kota Mekkah menjadi jalur perdagangan lokal dan internasional, yang menghubungkan antara Syam(utara) dan Yaman (selatan), antara timur (Persia) dan barat (Abesinia dan Mesir). Selain menjadi pusat perdagangan Mekkah juga menjadi pusat peradaban dan kebudayaan.
Di samping itu, orang Arab juga mengenal perindustrian dari kerajinan menyamak kulit yang bersal dari Yaman, Syam dan Hirah. Sedangkan pertanian hanya ada didaerah tertentu yang subur dan oase yang bisa menghasilkan.[4]
2.      Kondisi pemerintahan dan politik
Jazirah Arab awalnya diapit oleh dua kerajaan besar, kerajaan Romawi Timur disebelah barat dan kerajaan Persia di sebelah timur. Kedudukan bangsa Arab dalam percaturan politik antara kedua belah pihak adalah netral, yang berarti bebas dari pengaruh keduanya.
Sistem pemerintahan sebelum Islam, dimulai dengan golongan Arab Baidah. Periode ini disebut periode pertama sejarah pemerintahan bangsa Arab. Mereka mendirikan kerajaan Ad didaerah Al-Ahkaf al-Ramei ysng terletak di Yaman dan Oman yang kemudian tersebar di negara lain antara Mekkah dan Yatsrib. Selain itu juga mendirikan kerajaan Samud dan Amaliqoh. Periode kedua adalah Arab Aribah atau muta’aribah. Kerajaan yang pernah berdiri pada periode ini di Yaman antara lain: Kerajaan Mai’iniyah, Saba’, dan kerajaan Himyar. Peridoe ketiga adalah periode musta’ribah. Pusat kekuasaannya di Mekkah dan Yatsrib. Kerajaan yang berdiri adalah kerajaan Gasasinah dan Hirah.
Hijaz menjadi salah satu daerah yang tidak pernah dijajah oleh bangsa lain karena daerah ini tandus, kering, dan sulit dijangkau. Kota terpenting diwilayah ini adalah Makkah dan Yatsrib. Pemerintahan didaerah tersebut sudah teratur kekusaan politik kala itu dipegang oleh suku Jurhum yang merupakan keturunan Nabi Ismail, selanjutnya dipegang oleh suku Kuza’ah dan yang terakhir dipegang oleh Suku Quraisy baik politik maupun penanganaan Ka’bah. Dari suku inilah lahir nenek moyang nabi Muhammad saw. Kemudian pemimpin bani Quraisy memilih Qusyai bin Kilab sebagai penguasa dan pemimpin kota mekah yang selanjutnya pada masa Islam dilanjutkan oleh cucunya Nabi Muhammad saw.
3.      Kondisi budaya
Kebudayaan bangsa Arab sebelum Islam datang pada kaum badui yang tidak berkembang. Hal ini dikarenakan terjadi perang antar suku. Sejarah masyarakat Badui Arab diketahui melalui syair-syair yang beredar, karena mereka sangat menyukai syair. Hampir seluruh penduduk badui adalah penyair. Dari syair tersebut dapat diketahui karakteristik masyarakat antara lain senang dengan kebebasan, tegar dalam mengahadapi kerasnya medan kehidupan dan semangat mencari nafkah.
Berbeda dengan masyarakat Arab yang menetap, sejarah mereka lebih jelas sehingga mereka lebih berbudaya. Daerah ini merupakan daerah perdagangan. Mereka selalu mengalami perubahan seiring dengan perkembangan kebudayaan mereka. Hal ini ditunjukkan dengan berdirinya beberapa kerajaan. Masyarakat Arab pesisir juga menyukai syair sehingga munculah pasar Ukaz yaitu pagelaran pembacaan syair, juga pasar Majinah dan Dzul Majah yang ketiganya berada disekitar Makkah.
Selain syair karya lain yang berkembang pada saat itu adalah Qishah dan amtsal (pepatah Arab), ramalan bintang,memanah,dan berburu. Bangunan yang menunjukkan seni yang sangat kita kenal sampai saat ini adalah Ka’bah yang menunjukan bangunan suci yang terpenting bagi bangsa Arab. Ka’bah terbuat dari batu dari gunung yang berbentuk kubus, yang dikunjungi oleh seluruh jazirah Arab dan non-Arab. Bangunan lain yang menunjukkan peradaban Arab lainnya yakni bendungan Ma’rib, yang dibangun abad kedua sebelum masehi. Bendungan ini membendung sungai yang mengalir diantara dua gunung pada celah yang sempit.[5]
4.      Kondisi  Sosial
Di jazirah Arabia, pada zaman sebelum Rasullulah bangsa Arab  hidup dengan tenang jauh dari bentuk keguncangan seperti yang terjadi pada negara-negara di sekitarnya (Persia, Romawi, Yunani dan India). Mereka tidak memiliki kemewahan dan peradaban Persia yang memungkinkan mereka kreatif dan pandai menciptakan kemerosotan-kemerosotan, filsafat, keserbabolehan dan kebejatan moral yang dikemas dalam bentuk agama. Mereka juga tidak memiliki kekuatan militer Romawi yang mendorong mereka melakukan ekspansi ke negara-negara tetangga. Mereka juga tidak memilki kemegahan filosofis dan dialektika Yunani, yang menjerat mereka menjadi mangsa mitos dan khurafat.
Karakteristik bangsa Arab seperti bahan baku yang belum diolah dengan bahan lain; masih menampakkan fitrah kemanusiaan dan kecenderungan yang sehat dan kuat, serta cenderung kepada kemanusiaan yang mulia, seperti setia, penolong, dermawan, rasa harga diri dan kesucian. Hanya saja mereka tidak memiliki ma’rifat (pengetahuan) yang akan mengungkapkan jalan ke arah itu. Karena mereka hidup di dalam kegelapan, kebodohan dan alam fitrah yang pertama. Akibatnya, mereka sesat jalan, tidak menemukan nilai-nilai kemanusiaan tersebut. Masyarakat Arab pada zaman ini belum terbentuk secara teratur, tertib dan disiplin, hal ini disebabkan belum adanya penegakan hukum yang mengikat masyarakat tersebut.
Bangsa Arab sebelum Islam , hidup bersuku-suku (kabilah-kabilah) dan berdiri sendiri-sendiri, satu sama lain kadang-kadang saling bermusuhan. Mereka tidak mengenal rasa ikatan nasional; yang ada pada mereka hanyalah ikatan kabilah. Dasar perhubungan dalam kabilah itu ialah pertalian darah. Rasa ashabiyah (kesukuan) amat kuat dan mendalam pada mereka, sehingga jika terjadi salah seorang diantara mereka teraniaya maka seluruh anggota kabilah itu akan bangkit membelanya. Semboyan mereka, “tolong saudaramu baik dia menganiaya atau teraniaya. “
Zaman pra-Islam juga dikenal dengan zaman Jahiliyah karena pada zaman itu mereka (masyarakat Arab) membunuh anak dengan dalih kemuliaan dan kesucian; memusnahkan harta kekayaan dengan alasan kedermawanan; main hakim sendiri-sendiri dan membangkitkan peperangan diantara mereka dengan alasan harga diri dan kepahlawanan. Selain itu juga juga terjadi bentuk-bentuk penyimpangan lainnya yang seringkali dilakukan oleh masyarakat Arab seperti berzina dan mabuk-mabukan serta adanya jual-beli manusia (perbudakan). Sehingga hak-hak asasi manusia, terutama bagi kaum wanita pada saat itu terabaikan.
5.      Kondisi  Agama
Sebelum datangnya Islam, bangsa Arab percaya dan mewarisi mitos-mitos yang dianut oleh nenek moyang mereka yang bertumpu pada kepercayaan pagan (watsaniyah) seperti percaya pada dewa yang berkuasa atas segalanya, hantu yang berkeliaran di padang pasir dan mengganggu para musafir, azimat yang dapat menangkal kejahatan seperti sihir, Jinn yang dianggap sebagai “partner” tuhan dalam mengontrol dunia, percaya kepada malaikat (angel) yang dianggap sebagai anak tuhan.di samping itu ada yang menyembah benda-benda langit seprti suku Himyar yang menyembah matahari, suku Kinana yang menyembah bulan dan lain sebagainya.
Akan tetapi mayoritas masyarakat Arab menyembah berhala kecuali para penganut yahudi dan nasrani yang jumlahnya sangat sedikit. Yang unik, berhala yang mereka jadikan sebagai tuhan itu berbeda-beda. Setiap suku, kota dan tempat memiliki tuhan yang berbeda Berhala yang biasanya dijadikan sebagai sesembahan terbuat dari batu.
Diantara berhala berhala terpenting yang disembah oleh bengsa Arab ialah Hubal. Hubal ini berwarna merah dan berbentuk manusia. Berhala lain yang kedudukannya dibawah Hubal adalah Uzza, yang bertempat di Hijaz. Selain itu ada berhala yang bernama Lata yang tempatnya di Thaif. Kemudian ada yang bernama Manah yang berada di Madinah dan Manah ini dimuliakan oleh penduduk Yatsrib. Berhala-berhala ini dijadikan sebagai keluarga atau agen Tuhan. Orang Arab pra Islam sejatinya sudah mengenal Allah jauh sebelum Islam datang akan tetapi konsep Allah dalam masyarakat ini tentu sangat berbeda dengan yang ada atau diyakini dalam Islam, pada komunitas Arab Allah memiliki mempunyai keluarga, sementara Allah dalam Islam adalah Dzat Yang Maha Esa.[6]
D.    Peradaban bangsa Arab sesudah kedatangan Islam
1.      Aspek Sosial
Satu pengaruh yang menonjol dari Islam terhadap mental bangsa Arab ialah timbulnya kesadaran akan arti dan pentingnya disiplin dan ketaatan.  Sebelum Islam, keinsyafan yang demikian itu sangat tipis bagi mereka. Padahal untuk membina suatu masyarakat yang teratur dan tertib amat diperlukan disiplin dan kepatuhan kepada pimpinan, hal ini pada masa Jahiliyah belum jelas kelihatan. Dalam mengatur masyarakat, Islam mengharamkan menumpahkan darah dan dilarangnya orang menuntut bela dengan cara menjadi hakim sendiri-sendiri seperti zaman Jahiliyah, tetapi Islam menyerahkan penuntutan bela itu kepada pemerintah.
Islam pula banyak meletakkan dasar-dasar umum masyarakat yang mengatur hubungan antara individu dengan individu, antara individu dengan masyarakatnya, antara suatu kelompok masyarakat dengan kelompok lainnya, hukum keluarga sampai kepada soal bernegara. Islamlah yang pertama-pertama mengangkat derajat wanita; memberikan hak-hak kepada wanita sesuai dengan wanitaannya. Islam menegakkan pula ajaran persamaan antara manusia dan memberantas perbudakan.
Sesudah bangsa Arab memeluk Islam kekabilahan mulai ditinggalkan, dan timbullah kesatuan persaudaraan dan kesatuan agama, yaitu kesatuan umat manusia di bawah satu naungan panji kalimat syahadat. Dasar pertalian darah diganti dengan dasar pertalian agama. Demikianlah bangsa Arab yang tadinya hidup bercerai berai, berkelompok-kelompok, berkat agama Islam mereka menjadi satu kesatuan bangsa, kesatuan umat, yang mempunyai pemerintahan pusat, dan mereka tunduk kepada satu hukum yaitu hukum Allah dan Rasul-Nya.
2.      Aspek Agama (Ideologi)  
Ketika cahaya ad-Din al-hanif merebak kembali, dengan bi’tsah penutup para Nabi (Muhammad saw), wahyu Ilahi datang menyentuh segala kegelapan dan kesesatan yang telah berakar selama rentang zaman tersebut. Kemudian menghapuskan dan menyinarinya dengan cahaya iman tauhid dan prinsip-prinsip keadilan, di samping menghidupkan kembali “sisa-sisa” hanifiyah yang ada. Maka Jahiliyah sudah mulai “menyadari” jalan terbaik yang harus diikutinya, tidak lama sebelum bi’tsah Rasulullah saw.Pemikiran-pemikiran Arab sudah mulai menentang kemusyrikan, penyembahan berhala dan segala khurafat Jahiliyah.
Rasulullah saw banyak menetapkan  tradisi-tradisi dan prinsip-prinsip yang sebelumnya telah berkembang di kalangan orang Arab. Tetapi pada waktu yang sama, Rasulullah juga menghapuskan dan memerangi yang lainnya. Meskipun demikian,di zaman Rasulullah juga masih terdapat golongan yang mempertahankan tradisi atau mereka yang lama (menyembah berhala) yaitu kaum Quraisy. Mereka senantiasa beruapaya menentang ajaran Islam bahkan seringkali mengganggu jalannya aktivitas dakwah Rasulullah. Namun hal itu tidak membuat Rasul gentar bahkan semakin memperkuat dan memperkokoh perjuangannya dalam menyiarkan Islam, terbukti dengan tersebar luasnya Islam hingga saat ini.
3.      Aspek Budaya
Islam diturunkan kepada Rasulullah saw agar disampaikan kepada seluruh umat manusia dan menjadi petunjuk kebenaran kepada seluruh umat manusia sampai akhir masa. Rasulullah saw adalah orang Arab yang hidup dalam kebudayaan Arab. Oleh karena itu beliau berbicara dalam bahasa Arab dan berpakaian masyarakat Arab. Bagi umat Islam Arab, kebudayaan-kebudayaan Islam berkembang dalam bentuk kebudayaan-peradaban Arab. Kebudayaan masyarakat Arab pada zaman Islam mengalami perbaikan dan perkembangan sesuai dengan syariat Islam. Sedikit demi sedikit budaya dan tradisi-tradisi lama yang dianggap menyimpang mulai menghilang.
Perkembangan kebudayaan Islam yang paling menonjol dalam sejarah adalah budaya intelektual Islam. Untuk itu dapat diketahui bahwa perkembangan kebudayaan Islam beranjak dari perkembangan ilmu pengetahuan yang kemudian banyak melahirkan tokoh-tokoh intelektual muslim.
Sejarah mencatat bahwa Islam lahir sekitar abad ketujuh masehi. Generasi pertama muslim telah lahir ilmuan-ilmuan multidisiplin, seperti dalam bidang bahasa dan sastra telah lahir banyak tokoh salah satunya Hasan bin Tsabit, dalam bidang strategi perang lahir panglima-panglima yang tidak hanya memiliki keberanian tetapi juga strategi yang jitu salah satu diantaranya Khalid bin Walid yang mampu mengalahkan imperium Romawi sebagai negara adi daya pada masa itu, begitu pula dalam bidang ekonomi, politik, kedokteran dan lain-lain. Meskipun pada masa tersebut tidak secara tegas diklasifikasikan tokoh-tokoh tersebut dalam berbagai disiplin, karena seorang ilmuwan kadang menguasai lebih dari satu cabang.
Para ilmuwan muslim juga telah melahirkan sistem berfikir atau metode berijtihad dalam disiplin ilmu tertentu yang dikenal dengan mazhab. Diantara para ilmuwan tersebut adalam Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Safi’i dan Imam Hambali dalam disiplin ilmu Fikih. Perkembangan pemikiran Islam di bidang Fikih  kemudian diiringi dengan perkembangan pemikiran-pemikiran di bidang keilmuwan yang lain yang banyak melahirkan ilmuan muslim, seperti Umar Khayyam, Ibnu Sina, Al-Gazhali, Al-Kindi, Al-Khawarizmi, Al-Farabi dan lain-lain.
Selain budaya intelektual pada masyarakat Arab juga terdapat hasil kebudayaan dalam bentuk bangunan (arsitektur), yakni masjid sebagai pusat kebudayaan Islam. Aktivitas pertama Rasulullah ketika tiba di Madinah adalah membangun Masjid karena masjid merupakan tempat yang dapat menghimpun berbagai jenis kaum muslimin. Di dalam masjid, seluruh muslim dapat membahas dan memecahkan persoalan hidup, bermusyawarah untuk mewujudkan berbagai tujuan, menjauhkan diri dari kerusakkan, serta mengahadang berbagai penyelewengan akidah. Bahkan masjid pun dapat menjadi tempat mereka berhubungan dengan Penciptanya dalam rangka memohon ketentraman dan pertolongan Allah. [7]
Berdasarkan uraian tersebut dapat jelas terlihat bahwasanya bangsa Arab di zaman Islam telah mencapai kebudayaan dan peradaban tinggi. Bahkan bangsa Arab yang sederhana akhirnya dapat menaklukkan kebudayaan bangsa lain namun tidak luluh tehadap kebudayaan bangsa taklukannya melainkan telah memberi bentuk yang lebih positif kepada kebudayaan bangsa lain.

 IV.            PENUTUP
Peradaban Arab sebelum datangnya Islam
Kondisi Geografis
-          Luas 1.745.900 km, kurang subur, gunung batu, panas, tandus, penuh dengan gurun/sahara.
-          Bentuk persegi panjang Batas: Barat (Laut Merah dan Gurun Sinai), timur (Teluk Persia), selatan (Laut India) utara (gurun Irak dan Syria).
-          Terdiri dari 2 Bagian: tengah dan pesisir. Tengah (gurun) dibagi 3: Al Nufud (al-badiyah), Al-Dahna( tanah merah)/ Al-Ahqaf (gurun pasir), dan al Harrah.
Kondisi Budaya:
Pedalaman: perang antar suku, suka syair, suka kebebasan, tegar, dermawan, Harga wanita rendah suka menunggang kuda, memanah, berburu. Pasar Ukaz biasa digunakan sebagai pagelaran baca syair amtsal.
Masyarakat pesisir Arab lebih berbudaya karena sejarahnya lebih jelas daripada Badui.
Agama dan kepercayaan: Agama Tauhid: Agama Nabi Ibrahim, tetapi kebnayakan menyembah berhala.
Kondisi sosial:
Kabilah à suku à ayaikh al qabilah, poligami, jahiliyah
Kondisi ekonomi: sebagian yang menetap di kota berdagang, menggembala, kerajinan, industri, beternak dan menyamak kulit.

Kondisi pemerintahan dan politik:
Periode pertama: Arab Baidah
Periode kedua: Arab Aribah/ Muta’aribah
Periode ketiga: Arab Musta’ribah
Peradaban Arab setelah kedatangan Islam
Terdapat perubahan yang signifikan dalam kehidupan bangsa Arab
Kondisi Agama: masyarakat Arab semakin sedikit yang menyembah berhala. Mereka banyak yang masuk Islam.
Rasulullah saw banyak menetapkan  tradisi-tradisi dan prinsip-prinsip yang sebelumnya telah berkembang di kalangan orang Arab. Tetapi pada waktu yang sama, Rasulullah juga menghapuskan dan memerangi yang lainnya. Meskipun demikian,di zaman Rasulullah juga masih terdapat golongan yang mempertahankan tradisi atau mereka yang lama (menyembah berhala) yaitu kaum Quraisy. Mereka senantiasa berupaya menentang ajaran Islam bahkan seringkali mengganggu jalannya aktivitas dakwah Rasulullah. Namun hal itu tidak membuat Rasul gentar bahkan semakin memperkuat dan memperkokoh perjuangannya dalam menyiarkan Islam, terbukti dengan tersebar luasnya Islam hingga saat ini.
Kondisi budaya: munculnya intelektual dan banyak karya multidisiplin ilmu, arsitektur bangunan kerajaan sekolah dan masjid.
Kondisi sosial: Satu pengaruh yang menonjol dari Islam terhadap mental bangsa Arab ialah timbulnya kesadaran akan arti dan pentingnya disiplin dan ketaatan. 
Demikian makalah yang kami buat, dalam pembuatan makalah ini tentu masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami harapkan untuk perbaikan makalah selanjutnya. Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin






[1] Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam dari arab Sebelum Islam Hingga Dinasti-dinasti Islam, (Yogyakarta: Teras,2012), hlm. 5
[2] Badri Yatim, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Grafindo Perkasa, 2003), hlm. 10
[3] Rusydi Sulaiman, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), hlm.175-176
[4] Jaih Mubarak, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Ranu Quraisy, 2004),hlm. 25-26
[5] Khoiriyyah, Reorientasi Sejarah Islam, hlm. 10-12
[6] http:// RUWAK JAWI AL AZHAR  BANGSA ARAB SEBELUM DATANGNYA ISLAM DAN SESUDAH DATANGNYA ISLAM.html (di akses 20 Maret 2015 pukul 13.00)
[7] Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, Sirah Nabawiyah: Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah SAW. Terjemahan, (Jakarta: Robbani Press, 1999), hlm. 45-46

Tidak ada komentar:

Posting Komentar